Tujuh batang mekar tumbuh tujuh tangkai/
Tujuh tangkai berbuah tujuh butir/
Berlipat-lipat kebaikan dari penguasa alam//
Ooi, begitulah pula seharusnya kita hidup berbudi/
Satu kebaikan mekar menjadi tujuh kebaikan/
Tujuh kebaikan mekar menjadi tujuh lagi/
Berlipat-lipat tidak terhitung kebaikan/
Memenuhi bumi milik Yang Maha Pengasih//
Ooi, begitu pulalah jika hidup tidak berbudi/
Satu keburukan mekar menjadi tujuh keburukan/
Tujuh keburukan mekar menjadi tujuh lagi/
Berlipat-lipat tidak terhitung keburukan/
Yang setiap butirnya harus dipertanggung-jawabkan nanti//"
-Kidung prosesi tebar benih, Pukat-Tere Liye
Demikian kidung yang dilantunkan Wak Yati saat prosesi tebar benih padi dalam buku Serial Anak-Anak Mamak yang terbit kedua: Pukat. Buku ini merupakan buku ketiga dari serial Anak-Anak Mamak: Buku 1 Amelia (dijanjikan terbit Agustus 2011), Buku 2 Burlian (terbit Nov 09), Buku 3 Pukat (terbit Feb 10), Buku 4 Eliana (terbit Okt 10). Buku pertama, Amelia, diklaim sebagai pembuka yang akan menutup seluruh cerita.
Setiap buku menceritakan masa kanak-kanak masing-masing keempat tokoh tersebut. Masa kanak-kanak dengan sebuah perkampungan sederhana di Pulau Sumatera, fasilitas seadanya, kekayaan alam yang masih lestari menjadi tempat bertumbuh mereka. Dengan latar dan alur yang seragam, tak akan sulit untuk memahami isi buku ini. Namun tak membuat bosan pula, karena setiap karakter menghidupi kisah dalam setiap bukunya dengan karakter dan penyikapan yang berbeda pula. Semakin dibaca semakin tergali kehidupan mereka. Semakin dibaca semakin lengkap puzzle yang tersusun.
Serial Anak-Anak Mamak ini memperkenalkan saya pada dunia mereka yang menakjubkan. Berkenalan dengan Bapak yang periang dan bijak dalam menyikapi masalah; Mamak yang cerdik, disiplin, tegas, dan tanpa kompromi; serta keempat anak mereka dengan ciri khasnya masing-masing: Eliana si anak pemberani, Pukat si anak pintar, Burlian si anak spesial, dan Amelia si anak kuat. Masa kanak-kanak yang kental akan kesederhanaan, keajaiban-keajaiban dalam keterbatasan yang mereka miliki, kepolosan, kenakalan, nilai luhur. Penghargaan dan kasih sayang terhadap alam. Rasa kekeluargaan dan gotong royong yang kental sesama warga kampung. Kebanggaan dalam teguh berprinsip. Bangga dengan segala keterbatasan, berharga diri: tidak minta dikasihani. Makna yang begitu dalam terkandung pada kisah-kisah sederhana yang terjalin satu sama lain.
Sedikit disayangkan karena buku ini diceritakan dari sudut pandang sang tokoh, kekhasan sang tokoh ini pun menjadi kurang terasa karena sikap sederhana mereka tak membuat sifat-sifat mereka begitu menonjol. Namun hal ini tidak mengurangi kesukaan saya kepada serial ini. Sederhana, memikat, dan penuh makna :)
--Hingga saat saya menulis ini, saya masih belum dapat menebak apakah gerangan gambar yang terlukis di cover Pukat. Cover buku ini sama persis dengan buku Burlian yang bergambar perahu. Tapi kalau yang di buku Pukat ini apa ya? Makin diamati makin ngga ngerti. Sepertinya sih seekor naga yang melingkari batu. Sedang cover buku Eliana bergambar ombak, truk, ikan kembung, bunga bangkai: persis dengan yang diceritakan dalam bukunya.
Hm yasudahlah.
0 komentar:
Posting Komentar